Sejarah Peradaban Islam di Indonesia
A.
Pendahuluan
Sebelum Islam
masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha seperti yang pernah kita pelajari pada
materi sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses
akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran
bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya
Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Buddha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan
atau material, tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
B.
Peradaban Seni Budaya Islam di Indonesia
Seni adalah
sesuatu hasil karya manusia yang indah, baik dalam bentuk materiil, maupun
nonmateriil, sedangkan budaya adalah salah satu hasil peradaban seni. Islam pun
mengenal yang namanya seni,yang pada hakikatnya merujuk pada sesuatu yang bagus
dan indah.
Pada Q.S. As-Sajdah,
ayat 7 Allah berfirman, yang artinya :
“yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah”
Budaya Islam
Indonesia tidak sehebat seperti Kerajaan Mongol di India dengan Taj Mahal-nya.
Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga seni
Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah
negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya
lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian[1]. Keseniannya
sangat sederhana dan miskin. kekuatan himmah seperti mendorong Muslim di negara
lain untuk menciptakan pekerjaan besar, tidak muncul di Indonesia. Kalau pun
muncul, biasanya berasal dari negara luar atau peniruan yang tidak lengkap.
Walaupun demikian, masuknya Islam ke Indonesia membawa tamaddun (kemajuan) dan
kecerdasan bagi bangsa Indonesia[2]. Islam
datang ke Indonesia memberikan perubahan dalam bidang seni, misalnya,
penggunaan batu nisan, seni bangunan,seni sastra, dan seni ukir.
Ada beberapa
faktor sebab mengapa hal tersebut bisa terjadi:
1.
Islam yang datang ke Indonesia secara besar-besaran kira-kira abad
ke-13 menurut sejarah, adalah akibat arus balik dampak kehancuran Baghdad.
Dengan demikian umat Islam yang datang pada hakikatnya adalah pedagang atau
elit bangsawan atau ulama-ulama penyebar agama Islam yang ingin mencari
keselamatan dari kehancuran wilayah Timur Tengah karena adanya perang Mongol
pimpinan Hulagu.
2.
Di Indonesia, terutama Jawa, ketika Islam datang sudah memiliki
peradaban asli yang dipengaruhi Hindu-Buddha yang sudah mengakar kuat terutama
di pusat- pusat pemerintahan, maka seni
Islam harus menyesuaikan diri.
3.
Umat Islam yang datang ke Indonesia mayoritas adalah pedagang yang
tentu orientasinya adalah datang untuk sementara dan untuk mencari keuntungan
untuk dibawa pulang ke negerinya. Datang untuk sementara inilah yang membuat
mereka mencari hal-hal yang praktis. Kalaupun ada ulama atau yang datang untuk
berdakwah, mereka juga ulama atau sufi pengembara
yang selalu berdakwah dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga tidak
terpikir untuk membuat sesuatu yang baru.
4.
Ketika sudah ada umat Muslim di Indonesia, kebanyakan keturunan
pedagang atau sufi pengembara yang kemudian menjadi raja Islam di Nusantara dan
mulai membangun kebudayaan Islam, kemudian datang bangsa Barat yang sejak awal
kedatangannya sudah bersikap memusuhi umat Islam (sisa-sisa dendam perang
salib), sehingga raja-raja Islam belum sempat membangunnya.
5.
Islam yang datang ke Indonesia adalah Islam tasawuf yang lebih
mementingkan olah rohani dari pada masalah duniawi
6.
Indonesia adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan
Internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan perdagangan ketimbang
kesenian.
7.
Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai, sehingga terjadilah
asimilasi, yaitu kesepakatan untuk tidak melanggar aturan-aturan agama lain.
Oleh sebab itu, tidak heran jika budaya Islam di Indonesia tidak sehebat budaya
Islam di negara Islam yang lain[3].
C.
Macam-Macam Seni Budaya Islam di Indonesia
1.
Batu Nisan
Kebudayaan Islam
di Indonesia mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu nisan. Di Pasai
masih dijumpai batu nisan makan Sultan Malik al-Saleh yang wafat pada tahun
1292. Batunya terdiri dari pualam putih diukir dengan tulisan arab yang sangat
indah berisikan ayat al-Qur’an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan
serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai juga di Jawa,
seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
Bentuk makam dari
abad permulaan masuknya Islam menjadi contoh model bagi makam Islam
kemudian. Hal ini disebabkan sebelum
Islam tidak ada makam. Orang Hindu dan Budha jenazahnya dibakar dan abunya
dibuang ke laut, jika dia seorang kaya maka abunya disimpan di guci, dan jika
dia seorang raja disimpan didalam candi.
Nisan itu umumnya
didatangkan dari Gujarat sebagai barang pesanan. Bentuknya lunas (bentuk kapal
terbalik) yang mengesankan pengaruh Persia. Bentuk-bentuk nisan kemudian hari
tidak selalu sama. Pengaruh kebudayaan setempat sering mempengaruhi, sehingga
ada bentuk teratai, keris, atau bentuk gunungan seperti gunungan pewayangan.
Namun kebudayaan nisan ini tidak berkembang lebih lanjut, yang termashur adalah
makam Malik al-Saleh di Perlak dan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
2.
Arsitektur (Seni Bangunan)
Wujud akulturasi
dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud
akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:
a.
Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas
semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil
1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan
keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b.
Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid
yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan
kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan
kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c.
Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat
alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit
atau dekat dengan makam[4].
Mengenai contoh
masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati
(Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Di masjid-masjid itulah menurut
sejarah, para wali mengajarkan agama Islam.
Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga
terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam
terlihat dari:
a.
Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang
keramat.
b.
Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau
Kijing,nisannya juga terbuat dari batu.
c.
Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut
dengan cungkup atau kubba.
d.
Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara
makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada
yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi
bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
e.
Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam
dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid
makam Sendang Duwur di Tuban.
Bangunan istana
arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan
adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari
seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung
penjaga Dwarapala (Hindu).
3.
Seni Rupa
Tradisi Islam
tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias
Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian,
ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
Ukiran ataupun
hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada
pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura.
Ketika Islam baru
datang ke Indonesia, terutama ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar agama.
Banyak candi-candi besar, termasuk candi Borobudur, yang semula ditimbun tanah
pada masa penjajahan Belanda dan kemudian digali kembali, supaya tidak
mengganggu para mualaf. Mempuat patung dari seni ukir pun dilarang, kalaupun
timbul kembali, kesenian itu harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni
patung menjadi terbatas kepada seni ukir saja[5].
4.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama
Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu
masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu
atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang
menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun
ukiran[6].
Sedangkan dalam
seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang
berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni
sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu
menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang
mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra
yang berkembang adalah:
a.
Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa
atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh
hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat
Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai
peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya
Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena
berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari
baik/buruk[7].
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu
dan Pulau Jawa.
D.
Pengaruh Masuknya Islam terhadap Bangsa Indonesia
Jauh sebelum
Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha
disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme.
Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang
politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti
di bawah ini:
1.
Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Bahasa
Arab sudah banyak menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia, contohnya kata
wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi dan
masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab)
seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib, Muhaimin, Junaidi,
Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
2.
Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang
banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan,
syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik
seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga melihat
pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia
yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur
Tengah.
3.
Pengaruh dalam Bidang Politik
Pengaruh inin
dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada
kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
4.
Pengaruh di bidang ekonomi
Daerah-daerah
pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Parsi,dan Gujarat yang
menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat
atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni
yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin
berkembang[8].
E.
Penutup
Masuknya Islam ke
Indonesia membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan bagi bangsa Indonesia.
Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih)
kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang
melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia.
Adapun
macam-macam seni budaya Islam di Indonesia yaitu:
1. Arsitektur (Seni Bangun)
2. Batu Nisan
3. Seni Rupa
4. Aksara dan Seni Sastra
Dan juga Islam
membawa pengaruh terhadap beberapa aspek bangsa Indonesia seperti:
1. Pengaruh budaya, adat istiadat dan seni
2. Pengaruh dalam bidang politik
3. Pengaruh di bidang ekonomi
4. Dan pengaruh bahasa dan nama
Daftar
Pustaka
Al Faruqi, Ismail Raji, Seni
Tauqid Ekpresi Estetika Islam, (Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya. 1999) hal.
67
F.F. P ijper, Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, Terjemahan.
Tudjimah Yessy Augusdin ( Jakarta: UI-Press, 1985) hal. 44
http://indonesianto07.wordpress.com/2008/11/09/perkembangan-dan-akulturasi-islam-di-indonesia/
(diakses 23/04/2012)
http://zona-pelajar.blogspot.com/2011/03/pengaruh-sejarah-islam-abad-pertengahan.html
(diakses 23/04/2012)
Sidi zalba,. Islam Dan Kesenian. (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1998)
hal. 32
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 92-94
0 komentar:
Posting Komentar