Pages

Labels

Rabu, 30 Oktober 2013

Pembekalan SPL fakultas Ushuluddin

Oleh : Ust. Dr. H. Kholid Muslih, M.A
Relativisme Agama (melindungi diri dari pemikiran liberal)
Liberalism berakar dari relativisme, dan merupakan ciri khas Barat akan tetapi akarnya kembali kepada kaum Sophis Yunani dengan tokohnya, diantaranya: Heroclitos, Democritos dan Pitagoras. Dan atas pemikirannya tentang itu, mendapat perlawanan dari Socrates, Plato dan Aristotles.
Gerakan liberalism di dunia Islam munncul pada masa Utsman bin Affan, disebabkan karena banyaknya dari masyarakat pada waktu itu yang terkagum-kagum kepada pemikiran Barat.
Ada tiga gelombang liberalism:
1.      Usaha politik Barat tidak mempengaruhi atau tidak mengganggu
2.      Pemikiran Barat tidak mengubah tradisi dari leluhur
3.      Kalau mau maju, mengikuti pemikiran barat
Kita sebagai umat Islam sudah terbaratkan, sudah terpengaruh dari segala sisi tapi kita tidak menyadarinya. Contoh: “valentine day”, kebiasaan oang barat ini sudah sangat akrab dengan pemuda-pemudi muslim. Sampai-sampai sudah tidak dipermasalahkan lagi. Dan juga terkadang kita sudah berfikir tentang hukum valentine day padahal, jangankan untuk melaksanakannya, pacaran saja sudah tidak boleh, apalagi mau ke arah valentine day?
“Memang kalau sudah menjadi pelanggan, maka susah untuk tidak terpengaruh”
Rand Corporation berupaya untuk memunculkan perlawanan antar muslim, dan tema berlawanan terhadap Islam diwujudkan dalam:
1.      Mengelompokkan Islam menjadi Islam Modernis, Islam Fundamentalis dan Islam Sekularis.
2.      Membantu Islam Modernis untuk menghancurkan Islam Fundamentalis
3.      Membantu Islam Tradisionalis untuk melawan Islam Fundamentalis
4.      Mengaitkan kaum Islam Fundamentalis dengan kelompok-kelompok illegal

Islam Demokrat adalah mereka yang tidak menggunakan kekerasan/mendukung saat ini dan masa lalu, mereka yang mendukung dan menerima demokrasi, menerima dan mengakui hak asasi untuk pindah agama, menolak penerapan syari’at Islam, dan menghargai hak minoritas, mereka disamakan kedudukannya seperti mayoritas.

Lima proyek liberalisasi
1.      Relativisme, yang akan berlanjut kepada pluralisme agama
2.      Kontekstualisasi pemahaman agama, yang penting dari agama adalah substansinya dan tidak harus secara formal. Menurut mereka, kalau substansinya sudah dapat, maka formalitas tidak perlu lagi.
3.      Sekularisme, mereka yang membedakan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Kalau urusan akhirat itu di masjid dan urusan dunia, di luar masjid. Namun pada intinya mereka tidak percaya kepada agama.
4.      Westernisasi, dengan westernisasi, mereka membaratkan Islam. Sehingga segala sesuatu dikembalikan kepada Barat/bergantung pada Barat, dan Islam pun akan terdominasi oleh pemikiran dan gaya hidup Barat.
5.      Emansipasi/Gender, faham yang datang dari Barat ini selalu ingin menjunjung kedudukan wanita, sehingga bisa sederajat dengan laki-laki. Dan juga perlu diketahui bahwa, bahasa adalah cara untuk menta’birkan sesuatu, jadi tidak bisa kita untuk menentukan kelamin dengan bahasa.
Cirri-ciri liberal :
1.      Kebebasan dalam berfikir
2.      Makana Hak asasi manusia yang tidak menjadikan al-Qur’an sebagai rujukannya
3.      Persamaan antara agama
4.      Mengkritik al-Qur’an
5.      Menghina Nabi Muhammad Saw
6.      Menggunakan pendapat falsafah Barat


Oleh : Ust. H. Adib Fuadi Nuriz, M.A, M.Phil
Pengaruh Epistemology Relativisme Dalam Studi Agama-Agama di Indonesia
Menurut orientalis :
1.      Semua agama mempunyai Tuhan, tapi yang membedakan hanya nama dan tempat ibadah
2.      Sesuatu bisa dilihat dari berbagai macam bentuk, contoh : air yang setengah penuh dan setengah kosong
3.      Tidak ada kebenaran mutlak
4.      Kebenaran tidak bersifat obyektif tapi subyektif (tergantung siapa yang melihat)
“Orang orientalis tidak tahu definisi dari agama”
Menurut ISID, Islam tidak bisa dijadikan obyek penelitian untuk dibandingkan dengan agama lain. Tapi, harus dijadikan standart atau kaca mata untuk memandang agama lain.
Dan tetap berpegang pada pemahaman kita sebagai mahasiswa yang berhati Qur’ani, kita tidak boleh menjadikan seseorang yang tidak jelas asal-usulnya sebagai standart. Tapi yang harusnya yang selalu kita jadikan pedoman dan petunjuk  dalam kehidupan kita adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.


Oleh : Ust. Mujib Abdurrahman, Lc
Metode Penafsiran Dalam Al-Qur’an

            Al-Quran al-karim itu laksana samudra yang keajaibannya dan keunikannya tidak akan pernah sirna ditelan masa sehingga lahirlah bermcam-macam tafsir dengan metode yang aneka ragam pula. Dan para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka di bidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang di gunakan oleh masing-masing tokoh penafsir. Metode- metode tafsir yang di maksud adalah Metode Tahlily, Metode Ijmaly, Metode Muqarin, Metode Mawdhu’iy.
Di dalam tulisan ini, terlebih dahulu akan dikemukakan pembahasan dan uraian secara ringkas ke empat metode tersebut di atas:
  1. AL-TAFSIR AL-TAHLILY
AL-TAFSIR AL-TAHLILY adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya . Di dalam tafsirnya penafsir mengikuti runtutan ayat sebagai mana yang telah tersusun di dalam mushhaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata di ikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud  ayat-ayat  tersebut satu sama lain. Dan apabila ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir, Metode Tahlily dapat dibedakan kepada beberapa penafsiran, diantaranya adalah :
1. al-Tafsir bi al-Ma’tsur
2. al-Tafsir bi al-Ra’yi
3. al-Tafsir al-Shufi
4. al-Tafsir al-Fiqhi
5. al-Tafsir al-‘Ilmi
1.     Al-Tafsir bi al-Ma’tsur
            Yang di maksud Al-Tafsir ini adalah penafsiran ayat dengan ayat ; penafsiran ayat dengan hadits Nabi SAW. Yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil Ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in.  Semakin jauh rentang zaman dari masa Nabi dan sahabatnya, maka pemahaman umat tentang makna-makna ayat al-Quran semakin berfariasi dan berkembang.    
2.     Al-Tafsir bi al-ra’yi
            Al-Tafsir bi al-ra’yi adalah penafsiran al-Quran dengan ijtihad, terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa arab, asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang penafsir, seperti yang telah dikemukakan di dalam uraian mengenai syarat-syarat penafsir.
3.     Al-Tafsir al-Shufy 
            Seiring dengan perkembangan zaman dan cakrawala budaya dan juga berkembangpesatnya ilmu pengetahuan, Tasawuf pun berkembang dan membentuk kecenderungan para penganutnya menjadi 2 arah yang mempunyai pengaruh di dalam penafsiran al-Quran al-Karim. Didalamnya pun terbagi menjadi dua golongan :
  1. Tasawuf Teoritis : Para penganut aliran ini mencoba meneliti dan mengkaji al-Quran
berdasar teori-teori  mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka, Mereka berupaya maksimal untuk menemukan faktor-faktor yang mendukung teori dan ajaran mereka di dalam al-Quran tersebut.
b.      Tasawuf Praktis : Adalah Tasawuf yang mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
4.     Al-Tafsir al-Fiqhi 
            Berbarengan dengan lahirnya al-Tafsir al-Ma’tsur, lahir pula Tafsir al-Fiqhi, dan sama-sama dinukil dari Nabi SAW tanpa pembedaan antara keduanya. Para sahabat setiap menemukan kesulitan untuk memahami hukum yang dikandung dalam al-Quran, maka langsung bertanya kepada Nabi, dan beliau langsung menjawab. Jawaban Rasulullah ini, disatu pihak, adalah Tafsir al-Ma’tsur dan dipihak lain, sekaligus sebagai Tafsir al-Fiqhi. Sepeninggalan Rasulullah, para sahabat langsung mencari keputusan hukum dari al-Quran dan berusaha menarik kesimpulan hukum syariah berdasarkan ijtihad, hasil ijtihad mereka ini disebut Tafsir al-Fiqhi. Demikian pula halnya yang terjadi di masa dan dikalangan para tabi’in.
5.     Al-Tafsir al-‘Ilmi
            Ajakan al-Quran adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan berpikir. Allah SWT disamping menyuruh kita memperhatikan wahyuNya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar  memperhatikan wahyuNya yang tampak, yaitu alam. Meskipun ayat-ayat kauniyah itu secara tegas dan tegas tidak ditujukan kepada para ilmuwan, namun pada hakikatnya mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti dan memahami ayat-ayat kauniyah tersebut, karena mereka itu mempunyai sarana dan kompetensi untuk itu dibanding tokoh-tokoh bidang ilmu lainnya. maka sebagian dari mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat kauniyah tersebut berdasarkan prinsip-prinsip keunikannya, dan berdasarkan bidang ilmu serta hasil kajian mereka terhadap gejala atau fenomena alam.
  1. AL-TAFSIR AL-IJMALY
    Al-Tafsir al-Ijmaly adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan
mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushhaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud ayat tersebut. Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan didalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola yang diakui oleh jumhur ulama, dan mudah dipahami oleh semua orang. Dengan demikian, penafsir metode ini mengikuti cara dan susunan al-Quran yang membuat masing-masing makna saling berkaitan dengan yang lainnya.
Didalam tafsirnya, seorang penafsir menggunakan lafazh bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafazh al-Quran, sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut tidak jauh dari gaya bahasa al-Quran itu sendiri, tidak jauh dari lafazh-lafazhnya. Sehingga, di sisi lain, karya ini dinilai betul-betul mempunyai hubungan erat dengan susunan bahasa yang demikian sangat jelas bagi pendengar dan mudah dipahami.  
  1. AL-TAFSIR AL-MUQARAN (Metode Perbandingan)
Yang dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsran ayat-ayat al-Quran
yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Di sini seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Quran, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka itu tafsir bi al-Ma’tsur maupun al-Tafsir bi al-Ra’yi.  Dalam hal ini seorang peneliti juga berusaha memperbandingkan arah dan kecenderungan masing-masing penafsir, dan menganalisis tentang apa gerangan yang melatar belakangi seorang penafsir menuju arah dan memilih kecenderungan tertentu, sehingga sipeneli dapat melihat dengan jelas siapa diantara penafsir tersebut yang dipengaruhi oleh mazhab, dan sipa yang bertendensi untuk memperkuat suatu mazhab.
  1. AL-TAFSIR AL-MAWDHU’IY (Tafsir Tematik)   
Nama dan istilah ‘’Tafsir Mawdhu’iy’’ ini, dalam bentuknya yang kedua, adalah istilah baru

dari ulama zaman sekarang dengan pengertian ‘’menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan study tafsirnya ini dengan metode Mawdhu’iy, yang mana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About