Oleh : Ust. Dr. H. Kholid Muslih, M.A
Relativisme Agama (melindungi diri dari pemikiran liberal)
Liberalism berakar dari relativisme, dan merupakan ciri khas Barat
akan tetapi akarnya kembali kepada kaum Sophis Yunani dengan tokohnya,
diantaranya: Heroclitos, Democritos dan Pitagoras. Dan atas pemikirannya
tentang itu, mendapat perlawanan dari Socrates, Plato dan Aristotles.
Gerakan liberalism di dunia Islam munncul pada masa Utsman bin
Affan, disebabkan karena banyaknya dari masyarakat pada waktu itu yang
terkagum-kagum kepada pemikiran Barat.
Ada tiga gelombang liberalism:
1.
Usaha politik Barat tidak mempengaruhi atau tidak mengganggu
2.
Pemikiran Barat tidak mengubah tradisi dari leluhur
3.
Kalau mau maju, mengikuti pemikiran barat
Kita sebagai umat Islam sudah terbaratkan, sudah terpengaruh dari
segala sisi tapi kita tidak menyadarinya. Contoh: “valentine day”, kebiasaan oang
barat ini sudah sangat akrab dengan pemuda-pemudi muslim. Sampai-sampai sudah
tidak dipermasalahkan lagi. Dan juga terkadang kita sudah berfikir tentang
hukum valentine day padahal, jangankan untuk melaksanakannya, pacaran saja
sudah tidak boleh, apalagi mau ke arah valentine day?
“Memang kalau sudah menjadi pelanggan, maka susah untuk tidak
terpengaruh”
Rand Corporation berupaya untuk memunculkan perlawanan antar
muslim, dan tema berlawanan terhadap Islam diwujudkan dalam:
1.
Mengelompokkan Islam menjadi Islam Modernis, Islam Fundamentalis
dan Islam Sekularis.
2.
Membantu Islam Modernis untuk menghancurkan Islam Fundamentalis
3.
Membantu Islam Tradisionalis untuk melawan Islam Fundamentalis
4.
Mengaitkan kaum Islam Fundamentalis dengan kelompok-kelompok illegal
Islam
Demokrat adalah mereka yang tidak menggunakan kekerasan/mendukung saat ini dan
masa lalu, mereka yang mendukung dan menerima demokrasi, menerima dan mengakui
hak asasi untuk pindah agama, menolak penerapan syari’at Islam, dan menghargai
hak minoritas, mereka disamakan kedudukannya seperti mayoritas.
Lima proyek
liberalisasi
1.
Relativisme, yang akan berlanjut kepada pluralisme agama
2.
Kontekstualisasi pemahaman agama, yang penting dari agama adalah
substansinya dan tidak harus secara formal. Menurut mereka, kalau substansinya
sudah dapat, maka formalitas tidak perlu lagi.
3.
Sekularisme, mereka yang membedakan antara urusan dunia dan urusan
akhirat. Kalau urusan akhirat itu di masjid dan urusan dunia, di luar masjid.
Namun pada intinya mereka tidak percaya kepada agama.
4.
Westernisasi, dengan westernisasi, mereka membaratkan Islam.
Sehingga segala sesuatu dikembalikan kepada Barat/bergantung pada Barat, dan
Islam pun akan terdominasi oleh pemikiran dan gaya hidup Barat.
5.
Emansipasi/Gender, faham yang datang dari Barat ini selalu ingin
menjunjung kedudukan wanita, sehingga bisa sederajat dengan laki-laki. Dan juga
perlu diketahui bahwa, bahasa adalah cara untuk menta’birkan sesuatu, jadi
tidak bisa kita untuk menentukan kelamin dengan bahasa.
Cirri-ciri liberal :
1.
Kebebasan dalam berfikir
2.
Makana Hak asasi manusia yang tidak menjadikan al-Qur’an sebagai
rujukannya
3.
Persamaan antara agama
4.
Mengkritik al-Qur’an
5.
Menghina Nabi Muhammad Saw
6.
Menggunakan pendapat falsafah Barat
Oleh : Ust. H. Adib Fuadi Nuriz, M.A, M.Phil
Pengaruh
Epistemology Relativisme Dalam Studi Agama-Agama di Indonesia
Menurut orientalis :
1.
Semua agama mempunyai Tuhan, tapi yang membedakan hanya nama dan
tempat ibadah
2.
Sesuatu bisa dilihat dari berbagai macam bentuk, contoh : air yang
setengah penuh dan setengah kosong
3.
Tidak ada kebenaran mutlak
4.
Kebenaran tidak bersifat obyektif tapi subyektif (tergantung siapa
yang melihat)
“Orang orientalis tidak tahu definisi dari agama”
Menurut ISID, Islam tidak bisa dijadikan obyek penelitian untuk
dibandingkan dengan agama lain. Tapi, harus dijadikan standart atau kaca mata
untuk memandang agama lain.
Dan tetap berpegang pada pemahaman kita sebagai mahasiswa yang
berhati Qur’ani, kita tidak boleh menjadikan seseorang yang tidak jelas
asal-usulnya sebagai standart. Tapi yang harusnya yang selalu kita jadikan
pedoman dan petunjuk dalam kehidupan
kita adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Oleh : Ust. Mujib Abdurrahman, Lc
Metode Penafsiran Dalam Al-Qur’an
Al-Quran
al-karim itu laksana samudra yang keajaibannya dan keunikannya tidak akan
pernah sirna ditelan masa sehingga lahirlah bermcam-macam tafsir dengan metode
yang aneka ragam pula. Dan para ulama telah menulis dan mempersembahkan
karya-karya mereka di bidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang di
gunakan oleh masing-masing tokoh penafsir. Metode- metode tafsir yang di maksud
adalah Metode Tahlily, Metode Ijmaly, Metode Muqarin, Metode Mawdhu’iy.
Di dalam tulisan ini, terlebih dahulu
akan dikemukakan pembahasan dan uraian secara ringkas ke empat metode tersebut
di atas:
- AL-TAFSIR AL-TAHLILY
AL-TAFSIR
AL-TAHLILY adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-Quran dari seluruh aspeknya . Di dalam tafsirnya penafsir mengikuti runtutan
ayat sebagai mana yang telah tersusun di dalam mushhaf. Penafsir memulai
uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata di ikuti dengan penjelasan mengenai
arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah ayat-ayat serta menjelaskan
hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Dan apabila ditinjau
dari segi kecenderungan para penafsir, Metode Tahlily dapat dibedakan kepada
beberapa penafsiran, diantaranya adalah :
1. al-Tafsir bi al-Ma’tsur
2. al-Tafsir bi al-Ra’yi
3. al-Tafsir al-Shufi
4. al-Tafsir al-Fiqhi
5. al-Tafsir al-‘Ilmi
1.
Al-Tafsir bi al-Ma’tsur
Yang di maksud Al-Tafsir ini adalah penafsiran
ayat dengan ayat ; penafsiran ayat dengan hadits Nabi SAW. Yang menjelaskan
makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat; atau
penafsiran ayat dengan hasil Ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan
hasil ijtihad para tabi’in. Semakin jauh
rentang zaman dari masa Nabi dan sahabatnya, maka pemahaman umat tentang
makna-makna ayat al-Quran semakin berfariasi dan berkembang.
2.
Al-Tafsir bi al-ra’yi
Al-Tafsir
bi al-ra’yi adalah penafsiran al-Quran dengan ijtihad, terutama setelah seorang
penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa arab, asbab al-nuzul,
nasikh-mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang
penafsir, seperti yang telah dikemukakan di dalam uraian mengenai syarat-syarat
penafsir.
3.
Al-Tafsir al-Shufy
Seiring
dengan perkembangan zaman dan cakrawala budaya dan juga berkembangpesatnya ilmu
pengetahuan, Tasawuf pun berkembang dan membentuk kecenderungan para
penganutnya menjadi 2 arah yang mempunyai pengaruh di dalam penafsiran al-Quran
al-Karim. Didalamnya pun terbagi menjadi dua golongan :
- Tasawuf Teoritis : Para penganut aliran ini mencoba meneliti dan
mengkaji al-Quran
berdasar teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka,
Mereka berupaya maksimal untuk menemukan faktor-faktor yang mendukung teori dan
ajaran mereka di dalam al-Quran tersebut.
b. Tasawuf
Praktis : Adalah Tasawuf yang mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan
meleburkan diri di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
4.
Al-Tafsir al-Fiqhi
Berbarengan
dengan lahirnya al-Tafsir al-Ma’tsur, lahir pula Tafsir al-Fiqhi, dan sama-sama
dinukil dari Nabi SAW tanpa pembedaan antara keduanya. Para sahabat setiap
menemukan kesulitan untuk memahami hukum yang dikandung dalam al-Quran, maka
langsung bertanya kepada Nabi, dan beliau langsung menjawab. Jawaban Rasulullah
ini, disatu pihak, adalah Tafsir al-Ma’tsur dan dipihak lain, sekaligus sebagai
Tafsir al-Fiqhi. Sepeninggalan Rasulullah, para sahabat langsung mencari
keputusan hukum dari al-Quran dan berusaha menarik kesimpulan hukum syariah
berdasarkan ijtihad, hasil ijtihad mereka ini disebut Tafsir al-Fiqhi. Demikian
pula halnya yang terjadi di masa dan dikalangan para tabi’in.
5.
Al-Tafsir al-‘Ilmi
Ajakan
al-Quran adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal
dari tahayul dan kemerdekaan berpikir. Allah SWT disamping menyuruh kita
memperhatikan wahyuNya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar memperhatikan wahyuNya yang tampak, yaitu
alam. Meskipun ayat-ayat kauniyah itu secara tegas dan tegas tidak ditujukan
kepada para ilmuwan, namun pada hakikatnya mereka itulah yang diharapkan untuk
meneliti dan memahami ayat-ayat kauniyah tersebut, karena mereka itu mempunyai
sarana dan kompetensi untuk itu dibanding tokoh-tokoh bidang ilmu lainnya. maka
sebagian dari mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat kauniyah tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip keunikannya, dan berdasarkan bidang ilmu serta
hasil kajian mereka terhadap gejala atau fenomena alam.
- AL-TAFSIR AL-IJMALY
Al-Tafsir al-Ijmaly adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan
ayat-ayat al-Quran dengan
mengemukakan makna global. Di dalam
sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan
susunan yang ada di dalam mushhaf, kemudian mengemukakan makna global yang
dimaksud ayat tersebut. Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan didalam
rangkaian ayat-ayat atau menurut pola yang diakui oleh jumhur ulama, dan mudah
dipahami oleh semua orang. Dengan demikian, penafsir metode ini mengikuti cara
dan susunan al-Quran yang membuat masing-masing makna saling berkaitan dengan
yang lainnya.
Didalam tafsirnya, seorang penafsir
menggunakan lafazh bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafazh al-Quran,
sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut tidak jauh dari gaya
bahasa al-Quran itu sendiri, tidak jauh dari lafazh-lafazhnya. Sehingga, di
sisi lain, karya ini dinilai betul-betul mempunyai hubungan erat dengan susunan
bahasa yang demikian sangat jelas bagi pendengar dan mudah dipahami.
- AL-TAFSIR AL-MUQARAN (Metode Perbandingan)
Yang dimaksud dengan metode ini adalah
mengemukakan penafsran ayat-ayat al-Quran
yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Di
sini seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Quran, kemudian ia
mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut
melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generasi
salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka itu tafsir bi al-Ma’tsur maupun al-Tafsir
bi al-Ra’yi. Dalam hal ini seorang peneliti juga berusaha
memperbandingkan arah dan kecenderungan masing-masing penafsir, dan
menganalisis tentang apa gerangan yang melatar belakangi seorang penafsir
menuju arah dan memilih kecenderungan tertentu, sehingga sipeneli dapat melihat
dengan jelas siapa diantara penafsir tersebut yang dipengaruhi oleh mazhab, dan
sipa yang bertendensi untuk memperkuat suatu mazhab.
- AL-TAFSIR AL-MAWDHU’IY (Tafsir Tematik)
Nama dan istilah ‘’Tafsir Mawdhu’iy’’ ini,
dalam bentuknya yang kedua, adalah istilah baru
dari ulama zaman sekarang dengan pengertian
‘’menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama dalam arti
sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi
serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan
keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir
melakukan study tafsirnya ini dengan metode Mawdhu’iy, yang mana ia meneliti
ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu
yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan,
sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam
dan dapat menolak segala kritik.
0 komentar:
Posting Komentar