FILSAFAT, KAWAN
ATAU LAWAN ?
Menurut kebanyakan orang, filsafat adalah bidang
kajian yang sulit, filsafat adalah wilayah pemikiran yang dapat mempengaruhi
tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah dimengerti jika pada
anggapan terkhir ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang haram untuk
disentuh dan dipelajari[1].
Dari
sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ilmu filsafat telah dijadikan musuh[2]
oleh orang yang belum mengetahui tentang hakikat filsafat.
Untuk
mengetahui kebenaran dari hal ini, dengan
berusaha seobyektif mungkin dan menjauhkan diri dari sikap yang subyektif, kita
harus kembali mengkaji arti ilmu filsafat yang sesungguhnya.
Arti filsafat
Studi
filsafat pada dasarnya adalah sebuah studi tentang aktivitas pikir manusia,
bahkan filsafat adalah aktifitas fikir itu sendiri[3].
dan kalau kita lihat pertanyaan di atas yang secara tidak langsung telah menganggap
filsafat sebagai
“dunia baru”. Tetapi perlu diingat bahwa filsafat bukanlah dunia lain. Disebut
demikian, karena filsafat sebenarnya sudah sangat dekat dengan kita, bahkan
setiap saat kita terlibat dalam tindakan berfilsafat itu sendiri, hanya saja
selama ini keberadaannya belum kita sadari. Maka filsafat adalah ilmu yang
membicarakan tentang suatu obyek yang tidak jauh dari kita, bahkan kita sendiri[4].
Pola
pikir kefilsafatan adalah pola pikir yang teratur, sistematis dan konsisten.
Pola pikir yang teratur jelas akan tampil dalam sikap dan prilaku yang teratur pula, tidak
amburadul, apalagi “yang penting beda”. Jelas prilaku yang terakhir ini bukanlah
prilaku yang didasari oleh pemahaman filsafat[5].
Istilah "filsafat" dapat ditinjau dari dua
segi, yakni:
a. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari
bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang
berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan,
hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.
Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya
'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada
pengetahuan.
b. Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya,
filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya
berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap
manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia
berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua
manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat
segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah
hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari
dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat,
maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya
secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari
filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang
termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat
adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan
ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar
sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
e. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut
raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: " apakah
yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika) " apakah yang dapat
kita kerjakan? (dijawab oleh etika) " sampai di manakah pengharapan kita?
(dijawab oleh antropologi)
f. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI,
menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya
mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak
dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha
untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
g. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas
dapatlah disimpulkan bahwa:
a. Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba
menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa
kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan
akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta
sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:
" hakikat Tuhan,
" hakikat alam semesta, dan
" hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai
konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu
sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
Cara membatasi filsafat
Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka
menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai
dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya
segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat
untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan mempelajari
sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan
cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang
tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan
aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan
riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya
tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan.
Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara berurutan
(kronologis) menurut waktu masing masing.
Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi
persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman
perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang
yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan
mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar
dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah
yang baik dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan manusia.
Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam
metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam
bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat
pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf
zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman
'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini
(Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi
masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.
Antara filsafat dan agama harus seimbang
Ciri radikal dan kritis yang ditahbiskan pada filsafat
memang sepintas dapat berimplikasi negatif, apalagi jika dikaitkan dengan
keimanan. Karakter dasar filsafat yang tidak mau melihat segala sesuatu sebagai
hal yang biasa-biasa saja, menyebabkan ia memiliki hak untuk mempertanyakan dan
menggugat keimanan kita. Sebab, jangan-jangan keimanan yang kita kukuhi ini
adalah sejenis “tong kosong” yang tidak memiiki gema dan pengaruh apa-apa.
Bahkan keimanan yang tenang dan tidak dipersoalkan dikhawatirkan dapat
mengantarkan kita pada penegasan diri yang membabi buta dan sikap yang tidak
realistis terhadap pluralitasnya kenyataan yang terhampar di depan kita.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari filsafat,
sebab sebagaimana menurut al-Farabi, agama dan filsafat adalah dua mata rantai
kehidupan manusia yang keberadaannya saling mengokohkan. Agama adalah
keyakinan, sedangkan filsafat adalah pemikiran. Dilihat dari sisi ini,
pentingnya filsafat adalah ia dapat menguatkan keimanan yang sudah tertanam
karena melengkapinya dengan dalil-dalil rasional, dan bukan malah membuat sesat
orang yang mempelajarinya.[6]
kesimpulan
Orang yang mempelajari filsafat akan menemukan
kebenaran-kebenaran yang tersembunyi, akan muncul jika kita mempelajari
filsafat dengan baik dan benar, tidak dengan “setengah-setengah”. Dan lebih
utama adalah kebenaran yang ada pada agama islam. Jadi alasan untuk menjadi
orang yang sesat tidak akan kita dapatkan apabila kita mempelajarinya dengan
sungguh-sungguh dan tidak “setengah-setengah”. Dengan itu, maka “kuat imanlah”
yang akan tumbuh dari diri kita, dan bukan sebaliknya[7].
Maka, dengan penjelasan-penjelasan di atas, tidak ada
alasan untuk mereka, yang mengatakan bahwa filsafat adalah bidang studi yang
bisa membuat iman kita lemah, atau sampai sesat, filsafat adalah bidang studi yang
tidak boleh dipelajari, (filsafat adalah musuh). Karena filsafat akan membuat
iman kita semakin kuat dengan memadukannya dengan dasar ilmu agama yang kokoh
(bukan sebaliknya), filsafat adalah kegiatan sehari-hari kita, filsafat sangat
dekat dengan kita, pada waktu kita berfikir maka kita telah berfilsafat,
filsafat bukan dunia yang baru kita kenal, tapi filsafat adalah teman kita
dalam menjalani kehidupan ini.
[1] Lihat kata pengantar dari
buku filsafat untuk umum, oleh Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, thn
2003.
[3]Muslih, Mohammad, Pengantar Ilmu Filsafat, ( Ponorogo:Darussalam
University Press, 2008 ), hal 1
[4] Muslih, Mohammad, Pengantar Ilmu Filsafat, ( Ponorogo:Darussalam
University Press, 2008 ), hal 2
[5] Muslih, Mohammad, Pengantar Ilmu Filsafat, ( Ponorogo:Darussalam
University Press, 2008 ), hal 3
[6] Lihat kata pengantar dari
buku filsafat untuk umum, oleh Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, thn
2003.
0 komentar:
Posting Komentar